لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأُوْلِي اْلأَلْبَاب
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. (QS. Yusuf : 111)
Adapun kisah orang-orang shalih, Imam Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Ketika membicarakan kisah mereka, turunlah rahmat ( Alloh )”.
Sungguh alangkah indahnya ucapan seorang penyair:
كَرِّرْ عَلَيَّ حَدِيْثَهُمْ يَاحَادِيْ
فَحَدِيْثُهُمْ يُجْلِىْ الْفُؤَادَ الصَّاوِيْ
Ceritakanlah kepadaku tentang kisah mereka wahai shahabatku
Sungguh kisah mereka dapat mencairkan hati yang membeku.
Pengetahuan tentang kisah memang asyik lagi menarik. Tetapi sayang, pengetahuan yang mulia ini telah ternodai oleh goresan tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dengan memutarbalikkan fakta sejarah yang sebenarnya, lalu menebarkan kisah-kisah yang tidak shahih. Ironisnya, justru kisah-kisah itulah yang banyak beredar, laris manis, dan banyak dikomsumsi masyarakat, padahal kebanyakan kisah-kisah tersebut banyak yang mengandung kerusakan aqidah, celaan kepada para Nabi dan ulama serta dampak negatif lainnya.
Maka hendaknya bagi kita untuk berhati-hati dan mengoreksi terlebih dahulu tentang keshohihan kisah sebelum kita menyampaikannya. Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar: “Diharuskan bagi seorang yang ingin menilai suatu ucapan, perbuatan atau golongan untuk berhati-hati dalam menukil dan tidak memastikan kecuali benar-benar terbukti, tidak boleh mencukupkan diri hanya pada issu yang beredar, apalagi jika hal itu menjurus kepada celaan kepada seorang ulama”.
Bila ada yang berkata: Kisah-kisah ini sudah kadung masyhur di masyarakat, bagaimana mungkin enggak shohih?! Kami katakan: Kemasyhuran di masyarakat bukanlah jaminan bahwa itu mesti shahih. Betapa banyak hadits dan kisah yang masyhur di masyarakat, tetapi para ulama ahli hadits menghukuminya sebagai hadits lemah, palsu bahkan tidak ada asalnya. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Hadits masyhur bisa juga diartikan dengan suatu hadits yang banyak beredar di lidah masyarakat umum, maka hal ini mencakup hadits yang memiliki satu sanad atau lebih, bahkan hadits yang tidak memiliki sanad sama sekali”.
Syaikhul Islam juga berkata: “Seandainya sebagian masyarakat umum yang mendengar hadits dari tukang cerita dan aktivis dakwah, atau dia membaca hadits, yang baginya adalah populer, maka bukanlah hal itu menjadi patokan sama sekali. Betapa banyak hadits-hadits yang populer di masyarakat umum, bahkan di kalangan para ahli fiqih, kaum sufi, ahli filsafat dan sebagainya, lalu menurut pandangan ahli hadits ternyata hadits tersebut adalah tidak ada asalnya, dan mereka menegaskan hadits tersebut palsu”.
Di sinilah, letak pentingnya kita berusaha memaparkan sebagian kisah-kisah yang tidak shahih sebagai peringatan bagi kita semua agar tidak terjerumus dalam penyimpangan dan kedustaan.
Berikut adalah Daftar Riwayatnya :
1. Sambutan Kedatangan Nabi ke Madinah Saat Hijrah
2. Tsa'labah yang lalai dari agama
3. Alqomah Anak yang durhaka kepada Ibunya
1. Sambutan Kedatangan Nabi ke Madinah Saat Hijrah
Al-Mubarokfury mengatakan dalam Ar-Rohiqul Makhtum (hal.177): “Hari itu merupakan hari monumental. Semua rumah dan jalan ramai dengan suara tahmid dan taqdis. Sementara anak-anak gadis mereka mendendangkan bait-bait sya’ir karena senang dan gembira:
طَلَـعَ الْبَدْرُ عَلَـيْنَا مِنْ ثَنِيَّـاتِ الْوَدَاعْ
وَجَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَعَا لِلَّــهِ دَاعْ
أَيُّـهَا الْمَبْعُوْثُ فِيْنَا جِئْتَ بِالأَمْرِ الْمُطَاعْ
Purnama telah terbit di atas kami
Dari arah Tsaniyyatul Wada’
Kita wajib mengucap syukur
Atas apa yang dia dakwahkan karena Allah
Wahai orang yang diutus kepada kami
Engkau datang membawa urusan yang ditaati.
Takhrij Kisah
Kisah ini sangat masyhur di kalangan kita semua bahkan dibuat lagu dan nyanyian. Parahnya, kisah ini dijadikan dalil bolehnya membentuk group qashidah, orkes dangdut dan lain sebagainya.Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Khol’iy dalam Al-Fawaid (2/59) dan Al-Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah (2/506) dari jalan Fadhl bin Hubab (Abu Kholifah) berkata: Saya mendengar Ubaidullah bin Muhammad bin Aisyah mengatakan…(lalu menyebutkan kisah di atas).
Derajat Kisah
DHO’IF. Disebabkan kecolongan beberapa rowi dalam sanadnya. Karena Ibnu Aisyah, sang pencerita kejadian di atas (kedatangan Nabi ke kota Madinah) bukan termasuk sahabat, bukan pula termasuk tabi’in (murid sahabat), bahkan bukan pula termasuk tabi’ tabi’in (murid tabi’in). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam At-Taqrib (1/538): “Termasuk tingkatan kesepuluh”. Maksud tingkatan ini dijelaskan dalam Muqoddimah kitabnya yaitu orang-orang yang belajar kepada tabi’ tabi’in dan tidak berjumpa dengan tabi’in.Dengan demikian maka dalam sanad ini kecolongan tiga tabaqah (tingkatan) utama yaitu tabaqah sahabat, tabaqah tabi’in dan tabaqah tabi’ tabi’in. Berarti, sanad kisah ini minimal kecalongan tiga rowi secara berurutan. Dalam Ilmu Mustholah hadits, keadaan seperti ini disebut dengan “Mu’dhol”. Imam As-Sakhowi mengatakan : “Mu’dhol secara istilah yaitu suatu hadits yang kecolongan dalam sanadnya dua tabaqah atau lebih secara berurutan”.
Komentar Ulama
- Imam Al-Hafizh Al-‘Iroqi berkata: “Hadits tentang nasyid para wanita menyambut kedatangan Nabi diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah secara Mu’dhol tanpa ada lafadz rebana dan alunan melodi”.
- Muridnya, Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Dikeluarkan oleh Abu Said dalam “Syaroful Musthofa” dan diriwayatakan dalam “Fawaid Khol’iy” dari jalan Ubaidullah bin Aisyah secara terputus…(lalu beliau membawakan kisah ini) kemudian beliau berkata: “Sanad ini mu’dhol, barangkali kejadian ini adalah ketika pulangnya Nabi dari perang Tabuk” .
- Syeikh Al-Albani juga berkata : “Perhatian, Al-Ghozali membawakan kisah ini dengan tambahan: “dengan rebana dan alunan melodi”. Tambahan ini tidak ada asalnya sebagaimana diisyaratkan Al-Hafidh Al-‘Iroqi tadi dengan perkataannya: “tanpa ada lafadz rebana dan alunan melodi”. Sebagian orang tertipu dengan tambahan ini sehingga menampilkan kisah di atas beserta tambahannya sebagai dalil bolehnya nasyid-nasyid Nabawiyyah yang populer di zaman ini!
Kejanggalan Matan
Ada sisi kejanggalan dalam kisah ini, karena posisi Tsaniyyatul Wada’ (jalan-jalan yang diapit bukit-bukit al-Wada’) berada di sbelah utara kota Madinah. Seandainya riwayat penyambutan Nabi dengan qoshidah ini shohih, tentulah hal itu terjadi ketika Nabi pulang dari Tabuk, sebab Tabuk berada di utara Madinah, bukan ketika Nabi datang dari Mekkah. Apalagi terdapat beberapa riwayat yang dibawakan al-Hafizh Ibnu Hajar bahwa sambutan mereka saat itu adalah berupa ucapan takbir: “Muhammad Rasulullah telah datang, Allahu Akbar”. maka hal ini semakin memperkuat lemahnya kisah ini. Wallahu A’lam.2. Tsa'labah Yang Lalai dari Agama
Kisahnya
Tsa`labah z/ adalah seorang sahabat yang fakir tetapi rajin beribadah. Suatu saat ia memohon kepada Nabi n/ agar mendo’akannya supaya dikaruniai rizki. Nabi n/ pun mendo’akannya. Walhasil, dia bekerja sebagai penggembala kambing. Waktu demi waktu berlalu, akhirnya ternaknya berkembang dengan pesat sekali. Lambat laun hal itu melalaikannya dari shalat… dan seterusnya sampai akhir kisah.” Sehingga akhirnya, Nabi bersabda:
وَيْحَكَ يَا ثَعْلَبَةُ ! قَلِيْلٌ تُؤَدِّيْ شُكْرَهُ خَيْرٌ مِنْ كَثِيْرٍ لاَ تُطِيْقُهُ
Celaka dirimu wahai Tsa’labah, sedikit tapi kamu syukuri itu lebih
baik daripada banyak tapi engkau tidak sanggup untuk mengembannya.Takhrij Kisah
Kisah ini sangat masyhur, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Tafsirnya (14/370), Ath-Thabarani dalam Mu‘jamul Kabir (8/260) no. 7873 dan Al-Wahidi dalam Asbabul Nuzul hal 252. Semuanya dari jalan Mu’an bin Rifa’ah dari Ali bin Yazid Al-Alhani dari Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Bahili z/.”Derajat Kisah
LEMAH SEKALI. Sanad ini lemah sekali, sebab Mu’an bin Rifa’ah seorang rawi yang lemah sekali. Demikian juga Ali bin Yazid Al-Alhani, dia seorang rawi yang lemah juga.Al-Iraqi berkata: “Sanadnya lemah.” Al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani tetapi dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Ali bin Yazid Al-Alhani, dia matruk (ditinggalkan haditsnya).” Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini lemah, tidak dapat dijadikan hujjah.”
Kesimpulannya, hadits ini munkar dan lemah sekali, sekalipun sangat masyhur”.
Komentar Ulama
- Ibnu Hazm berkata: “Tidak ragu lagi bahwa kisah ini adalah batil”.
- Al-Baihaqi berkata, “Sanad hadits ini perlu dikaji ulang lagi, sekalipun masyhur di kalangan ahli tafsir.”
- Al-Qurthubi berkata: “Tsa‘labah z/ termasuk sahabat yang mengikuti perang Badar, termasuk golongan Anshar dan orang-orang yang mendapatkan pujian dari Alloh dan RasulNya n/. Adapun hadits ini tidak shahih.”
- Adz-Dzahabi berkata: “Munkar sekali.” .
- As-Suyuthi berkata “Diriwayatkan oleh Thabrani, Ibnu Mardawih, Ibnu Abi Hatim, dan Baihaqi dalam Dala’il dengan sanad yang lemah.”
- Al-Albani berkata “Hadits ini mungkar, sekalipun sangat masyhur. Kecacatannya terletak pada Ali bin Yazid Al-Alhani, dia seorang yang matruk. Dan Mu’an juga seorang yang lemah.”
Tinjaun Matan Kisah
Kisah ini juga bathil ditinjau dari segi matan, karena bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syari’at, diantaranya:- Tidak adanya kesesuaian antara kisah dengan ayat, karena ayat ini bicara tentang orang munafiq, sedangkan Tsa’labah termasuk sahabat mulia, bahkan pengikut perang Badar dan ahli ibadah sehingga dijuluki dengan Hamamah Masjid karena seringnya di masjid.
- Mu’amalah Nabi dengan Tsa’labah dalam kisah ini berbeda sekali dengan kebiasaan beliau dengan orang-orang munafiq yaitu menerima udzur mereka.
- Kisah ini menyelisihi kaidah umum bahwa orang yang bertaubat dari suatu dosa, apapun dosa tersebut maka taubatnya diterima, lantas mengapa Nabi tidak menerima taubat Tsa’labah?!
- Zakat adalah hak harta bagi orang-orang yang berhak menerimanya dari kalangan faqir miskin dan sebagainya, diambil dari pemilik harta, seandainya mereka tidak mengeluarkannya maka akan diambil secara paksa.
Ternyata Dia Ikut Perang Badr
Ada satu hal lagi yang memperkuat mungkarnya kisah ini, bahwasanya shahibul kisah, Tsa’labah bin Hatib, termasuk pengikut perang Badar sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Mandah, Abu Nu’aim, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Atsir dalam Usdul Ghabah 1/237.Kalau sudah terbukti bahwa Tsa’labah termasuk pengikut perang Badar, apakah seperti ini sifat seorang sahabat yang mengikuti perang Badar? Oleh karena itu, Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Ishabah 1/198: “Telah shahih bahwa Nabi n/ bersabda:
لاَيَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَّةَ
Tidak masuk neraka orang yang mengikuti perang Badar dan Hudaibiyah.Dan beliau juga menceritakan bahwa Rabbnya berfirman:
اعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
Berbuatlah sekehendak kalian. Sungguh Aku telah mengampuni kalian.Apakah seorang yang dijamin dengan pahala seperti ini lalu menjadi munafik? Dan turun kepadanya ayat tersebut?! Wallahu A’lam.
3. Alqomah Anak Yang Durhaka Kepada Ibu nya
Kisahnya
Alqomah adalah seorang ahli ibadah. Tatkala dia dalam sakaratul maut, lidahnya tidak dapat mengucapkan kalimat La Ilaha illalloh. Rasul n/ pun mendatanginya seraya bertanya kepada para sahabatnya, “Apakah ibunya masih hidup?” Jawab mereka, “Masih.” Sang ibu pun dihadirkan, lantas menjelaskan bahwa dirinya telah mengutuk si anak (Al-Qomah) disebabkan dia lebih mengutamakan istrinya daripada dirinya. Nabi n/ meminta kepada sang ibu untuk mencabut kutukannya. Namun dia tidak bersedia, lantaran sudah kadung (terlanjur–red) sakit hati. Akhirnya Nabi pun menyuruh para sahabatnya agar mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Al-Qamah, supaya lekas mati. Bagaimanapun juga, sebagai seorang ibu, dia tak tega putranya mengalami nasib seperti itu, lalu mencabut kutukannya. Sedetik kemudian Al-Qamah mampu mengucapkan Laa Ilaaha Illallah. Lalu wafatlah dia.”
Kisah ini sangat masyhur dan laris, dipasarkan oleh para khatib di mimbar-mimbar, dan masyhur disampaikan di sekolah-sekolah terutama dalam buku-buku kurikulum atau dalam acara yang biasa disebut sebagai “Hari Ibu” yaitu pada tanggal 22 Desember Masehi.
Takhrij Kisah
Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at (3/37). Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa Al-Kabir (3/461), Al-Khara’iti dalam Masawi’ Al-Ahlaq 120, al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6/197 dari jalan Faid Abu Warqa’ dari Abdullah bin Abi Aufa.Derajat Kisah
MAUDHU’. Letak kecacatan kisah ini karena pada sandanya terdapat rowi yang bernama Faid Abul Warqo’. Oleh karenanya, Al-Haitsami berkata “Hadits riwayat Ath-Thabaroni dan Ahmad secara ringkas sekali, tetapi dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Faid Abu Warqa’, dia seorang yang matruk (ditinggalkan).”Imam Ahmad berkata, “Matruk.” Ibnu Ma’in berkata, “Lemah dan tidak dipercaya.” Abu Hatim berkata: “Hadits-haditsnya dari Abdullah bin Abi Aufa adalah batil (termasuk hadits ini–pent). Seandainya ada orang yang bersumpah bahwa seluruh haditsnya (Faid bin Abu Warqa’) palsu, tidaklah dia disebut seorang pengecut.” Imam Bukhari berkata, “Munkarul Hadits.” Al-Hakim berkata, “Dia meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa hadits-hadits maudhu’ (palsu).”
Komentar Ulama
- Ibnul Jauzi juga berkata: “Hadits ini tidak shahih dari Rasulullah .”
- Imam Adz-Dzahabi menyebutkan kisah ini secara ringkas dan berkata: “Termasuk musibah Dawud bin Ibrahim adalah perkataannya: “Menceritakan kami Ja’far bin Sulaiman, menceritakan kami Faid dari Ibnu Abi Aufa.” kemudian beliau (Adz-Dzahabi) menyebutkan kisah ini lalu berkata, “Faid adalah seorang yang hancur.”
- Al-Hafizh Ibnu Hajar juga mengatakan hal serupa dalam Lisanul Mizan (3/8).
- Al-Hafizh Al-Haitsami berkata dalam kitabnya Majma’uz Zawaid (8/271), “Hadits riwayat Ath-Thabaroni dan Ahmad secara ringkas sekali, tetapi dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Faid Abu Warqa’, dia seorang yang matruk.”
Kesimpulanya, hadits ini adalah maudhu’, tidak shahih.
Siapakah Alqomah Sebenarnya?!
Nama Alqomah dalam kisah ini tidak jelas dan tersembunyi. Nampaknya, nama Alqomah hanyalah dibuat-buat oleh para pemalsu hadits. Sebab, sahabat Nabi yang bernama Al-Qamah sangat jauh dari kisah batil ini. Hal tersebut sangat jelas bagi mereka yang membaca sejarah sahabat yang bernama Al-Qamah seperti dalam kitab Al-Ishobah (4/262) no. 5654-5474 oleh Ibnu Hajar dan Usdul Ghabah (4/81) oleh Ibnu Atsir. Oleh karena itu, dalam kisah ini kita tidak mendapati secara jelas namanya, baik ayah, kakek, nama qabilah, kunyahnya dan lain sebagainya.
Sebenarnya, masih banyak lagi kisah-kisah tak nyata lainnya yang perlu dikritisi dan dicatat, tetapi semoga apa yang di sampaikan di atas cukup mewakili agar kita lebih kritis lagi. Apalagi, yang di fokuskan ini adalah kisah-kisah yang populer di masyarakat atau penuntut ilmu, khususnya apabila kisah-kisah tersebut memiliki dampak negatif seperti penyimpangan aqidah, celaan kepada para Nabi dan Ulama, tuduhan dusta dan lain sebagainya. Adapun kisah-kisah lainnya yang tidak mengandung dampak negatif dan bathilnya matan kisah, maka hal itu lebih ringan perkaranya. Fahamilah!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar