Hasad atau iri-dengki merupakan satu
dari sekian penyakit yang mematikan. Bagaimana tidak, penyakit tersebut,
seperti diidentifikasikan oleh Ibnu Hajar, sebagaimana dinukilkan dari kitab Fath
al-Bari, seseorang tidak ingin nikmat yang diimiliki orang lain itu
bertahan lama. Bila perlu, segera hilang dari tangannnya. Bahkan, ganti
berpindah ke pangkuan pelaku hasad tersebut.
Apa dan bagaimana hal ihwal hasud? Sebelum itu mari kita simak cerita berikut ini :
Apa dan bagaimana hal ihwal hasud? Sebelum itu mari kita simak cerita berikut ini :
Pada zaman dahulu ada
seorang pengajar dan alim yang sangat disukai oleh raja. Dia senantiasa berada
di majlis raja untuk memberi pelajaran dan nasihat.
Pengajar itu menasehatkan: “ Berbuatlah
kebaikan kepada orang yang berbuat baik, karena orang yang berbuat jahat itu
akan binasa oleh kejahatannya sendiri.”
Bagaimanapun apabila
seseorang berbaik-baik kepada raja dengan tujuan baik dan ikhlas tentu ada orng
yang tidak meyukainya kerana dengkinya. Demikian juga halnya dengan pengajar
yang satu ini. Dibalik hubungan baiknya dengan raja ada seseorang pengajar lain
yang juga dekat dengan istana tidak senang melihatnya selalu berdampingan
dengan raja dan ingin menyusahkannya.
Maka pengajar lain yang dengki itu mulai
mencari cara untuk menghasut raja.
Setelah menemukan suatu ide, pergilah dia
menghadap raja sambil berkata: “Ampun tuanku! Pengajar yang senantiasa datang
ke sini itu pernah berkata kepada saya bahwa mulut raja berbau busuk.”
“Apa?” Kata raja dengan heran.
Kemudian baginda bertanya lagi: “ Betulkah
kata-katamu itu?”
“Betul tuanku.” Kata pengajar yang dengki.
Dia berkata pula:” Kalau tuanku ingin
membuktikannya, coba perhatikan apabila dia bercakap dengan tuanku dia akan
menutup hidungnya kerana tidak tahan dengan bau mulut tuanku.”
Raja tampak agak marah dan berkata : Baiklah
engkau! Aku akan coba menelusuri kebenaran kebenaran ucapan ini.”
Laporan orang yang dengki itu berhasil
mempengaruhi fikiran raja. Si penghasut merasa gembira. Dia segera balik ke
rumahnya dan memasak makanan yang banyak mengandung bawang putih agar siapa
saja memakannya mulutnya akan berbau. Setelah siap, dia langsung mengundang
pengajar yang didengkinya itu untuk makan bersama. Si pengajar alim tadi itu
pun makan tanpa curiga apa-apa demi menghormati undangan walaupun dia tahu
bahwa hidangannya banyak mengandung bawang putih. Kemudian seperti biasa
pengajar alim itupun pergi ke istana untuk memberikan nasihat dan pengajaran.
Raja berkata:” Coba dekatlah engkau kepadaku!”
Pengajar alim sadar bahwa dia baru saja makan
makanan yang banyak mengandung bawang putih dan tentu saja mulutnya masih
berbau. Oleh kerana itu apabila telah dekat dengan raja, Dia menutup mulutnya
dengan tangan agar raja tidak terganggu oleh baunya.
Kini raja merasa bahwa keterangan orang yang memberi
laporan itu memang betul. Karana ternyata pengajar alim itu benar-benar
meletakkan tangannya pada hidungnya sebaik saja di mendekati. Raja marah, tapi
ditahannya kemarahan itu di dalam hatinya agar tidak tampak bahwa sikapnya
berubah.
Raja tidak bercakap apa-apa. Baginda hanya
mengambil secarik kertas dan pena kemudian menulis surat kepada salah seorang
pegawainya. Setelah siap, surat rahasia itu ditutup rapat dan diberikannya
kepada pengajar alim itu.
“ Ini hadiah dari ku untuk mu, tapi kau hantar
surat ini dahulu kepada di polan..” kata raja.
Pengajar alim yang tidak tahu apa isi surat
rahasia yang dibawanya, segera pergi memenuhi perintah raja. Sementara orang
yang menghasut raja berada agak jauh dari istana sambil mengintai-intai
tindakan apa yang diambil raja ke atas orang yang dia dengki. Ternyata dia
melihat pengajar alim itu keluar dari istana dengan gembira sambil membawa
amanah raja.
Dia segera mengejar dan bertanya” Apakah itu?”
Dia segera mengejar dan bertanya” Apakah itu?”
Pengajar alim td menjawab: Ini surat raja yang
ditulisnya sendiri dan menyuruh saya menyampaikannya kepada si polan.”
“Berikan surat itu kepadaku, biar aku yang
menyampaikannya.” Kata si penghasut. Dengan menghantar surat tersebut, dia
ingin dirinya dianggap sebagai orang terdekat raja.
Pada mulanya si pengajar alim itu tidak mau
memberikannya karena dia tidak mau mengkhianati amanah raja. Namun si penghasut
memaksanya dan meminta dengan bersungguh-sungguh, maka dengan terpaksa
diberikanlah surat itu. Dengan bangganya si penghasut pergi membawa surat raja
kepada pegawai yang dituju.
Setelah surat itu sampai, si penerima terus
membukanya dan dibacanya dalam hati sambil disaksikan oleh penghasut yang
menghantarnya. Surat itu berbunyi : “ Apabila pembawa surat ini sampai
kepadamu, maka segeralah penggal kepalanya dan hantarkan kepadaku.”
Pegawai yang menerima surat itupun berkata: “
Raja menyuruh aku agar memenggal kepala kamu dan mengantarnya kpd raja"
Bukan main terperanjatnya si pembawa surat,
dia menyesal bercampur geram dan sedih.
“Tidak! Tidak….! Sebenarnya surat ini bukan
untukku. Oleh kerana itu aku minta izin dulu untuk melaporkan kepada raja.”
Katanya sambil coba untuk mengelak namun segera ditahan oleh anggota algojo yg
lain.
Pegawai itu berkata lagi: “ Surat raja tidak boleh dibantah dan perintahnya harus dilaksanakan.”
Si penghasut coba mengemukakan alasan dan
perkara sebenarnya berkenaan dengan surat tersebut, namun tidak dihiraukan oleh
Algojo. Maka Kepalanya pun dipenggal untuk dihantar kepada raja.
Sementara pengajar alim yang sebenarnya akan
dihukum tiba-tiba datang mengadap raja dan memberitahu bahawa surat yang
dibawanya telah diambil secara paksa oleh temannya, dan dialah yang
menghantarnya kepada pegawai yang dituju.
“ Astaghfirullah...” Keluh raja dalam hatinya.
Baginda diam sejenak mengenang nasib yang menimpa orang yang menghantarkan
suratnya.
Kemudian raja bertanya: “ Benarkah engkau ada
mengatakan bahwa bau mulutku busuk?”
Si pengajar menjawab :” Tidak! Sekali-kali
tidak.”
Raja bertanya lagi:” Jadi mengapa ketika kamu
bercakap denganku tadi engkau letakkan tanganmu dimulutmu?”
Si pengajar menerangkan:” Ketika itu aku baru
saja dijamu oleh teman yang meminta surat itu dengan makan yang banyak
mengandung bawang putih sehingga mulutku berbau. Maka aku tutup mulutku supaya
raja tidak terganggu oleh bau mulutku itu.”
Raja mengeleng-ngelengkan kepala kehairanan.
Kini baginda paham perkara sebenarnya dan tipu muslihat si penghasut yg sudah
dibunuh itu
Nah.. dari cerita diatas tentang
bahaya dari Dengki / hasad terhadap pelakunya, maka sekarang mari kita simak
pembahasan tentang Hasad/ Dengki dan Cara mengatasinya oleh Mushthafa al-Adawi
dalam karyanya yang berjudul, Fiqh al-Hasad. Sekalipun uraiannya tidak
selengkap layaknya sebuah eknsiklopedi, tetapi besutan sosok yang akrab
dipanggil dengan sapaan Abu Abdullah itu cukup lengkap dengan bahasa yang
renyah dan menyentuh semua lapisan masyarakat. Ini penting lantaran dengki
menyerang siapa pun, tak peduli latar belakangnya.
Syekh Musthafa mengemukakan, dengki bisa saja muncul akibat beberapa faktor. Pemicu yang paling banyak mendominasi adalah permusuhan dan kebencian, yang barangkali termanifestasikan dalam perilaku ataupun tidak. Faktor ini juga mungkin timbul akibat perlakuan lalim terhadap si pelaku dengki.
Sumpah serapah pun dengan mudah menyeruak, entah celaka, binasa hartanya, atau dampak tak mengenakkan lainnya. Kecintaan terhadap harta dan jabatan juga bisa mendorong dengki diri seseorang. Ambisi meraih itu semua terkadang membutakan nurani. Bahkan, tak jarang pula menempuh berbagai cara agar orang lain sulit mencapai pangkat tersebut.
Teguran agar menjauhi pemicu dengki ini pernah disebutkan dalam surah an-Nisaa' ayat 54. “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”
Rasa dengki juga bisa datang akibat berebut popularitas. Dan, kesemua faktor tersebut bermuara pada satu pangkal sebab, yakni lemahnya spiritualitas. Frekuensi iri yang ada dalam diri seseorang terkadang melintas ruang dan waktu. Namun, kadarnya akan semakin akut bila jarak antarkedua belah tak jauh. Misal, sesama karyawan dalam satu perusahaan, antartetangga kompleks perumahan, atau teman bisnis.
Bila dengki ini dibiarkan, ungkap Syekh Musthafa, bisa berakibat fatal. Pendengki sejatinya telah menafikan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Setiap makhluk memiliki nasib dan rezeki yang berbeda-beda. Ketetapan tersebut, seperti penegasan hadis riwayat Muslim dari Amr bin al-Ash, telah ditentukan sebelum Allah SWT menciptakan langit dan bumi, sekitar 50 ribu tahun.
Kedengkian yang berlarut-larut pula, perlahan tanpa disadari, akan mengikis kebaikan pendengki itu sendiri. Dan, para pendengki itu kelak akan mempertanggungjawabkan kelakuannya tersebut di akhirat. Efek negatif dengki tak terhenti pada sanksi di akhirat, tetapi juga akan dirasakan dampaknya di kehidupan dunia.
Perasaan gundah gulana, khawatir, dan sakit hati akan selalu menghantui hari demi hari si pendengki. Dalam titik tertentu, terkadang ironsinya, ia malah mengharapkan petaka bagi dirinya sendiri. Dan, rasa dengki itu hanya akan menyebabkan yang bersangkutan terkucil dari lingkungannya. Karena itulah, rasa dengki dengan kriteria di atas sangat dikecam dalam agama. “Ini bukti keluhuran tuntunan Islam,” kata Syekh Musthafa.
Syekh Musthafa pun memaparkan beberapa solusi dan cara sederhana guna mengikis kedengkian dalam diri seseorang. Ingat, bertawakallah selalu. Karena, ungkap Ibnu al-Qayyim, hanya dengan bertawakallah seorang hamba dapat menampik tindakan lalim atau kebencian akan seseorang. Jika memosisikan Allah sebagai satu-satunya pelindung, sejauh itu pula penjagaan akan selalu ada. “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS at-Thalaq [65]: 3).
Sebagai langkah antisipasi, jangan sesekali menceritakan apalagi sengaja memanas-manasi 'si pendengki' dengan kisah-kisah tentang nikmat dan anugerah yang Anda peroleh.
Memang, ada anjuran untuk menceritakan nikmat, tetapi tak selamanya niat baik itu tepat sasaran. Inilah mengapa Nabi Ya'qub AS melarang putranya, Yusuf AS, mengisahkan mimpi yang dialami putra kesayangannya tersebut kepada segenap saudaranya. (QS Yusuf [12]: 5).
Larangan ini juga seperti ditegaskan dalam hadis Abu Qatadah riwayat Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW melarang menceritakan mimpi baik, kecuali kepada orang yang ia percayai.
Resep membendung rasa dengki selanjutnya, menukil dari pernyataan Ibn al-Qayyim, bersikap cuek dan berusaha membersihkan pikiran dari tingkah laku pendengki. Biarkan seperti angin lalu saja. Bahkan, akan sangat baik bila Anda membalas perlakuan buruk itu dengan tindakan baik. Memadamkan api kedengkian itu dengan balasan berupa perbuatan terpuji. “Tetapi, ini sangat sulit,” kata Ibn al-Qayyim.
Syekh Musthafa mengemukakan, dengki bisa saja muncul akibat beberapa faktor. Pemicu yang paling banyak mendominasi adalah permusuhan dan kebencian, yang barangkali termanifestasikan dalam perilaku ataupun tidak. Faktor ini juga mungkin timbul akibat perlakuan lalim terhadap si pelaku dengki.
Sumpah serapah pun dengan mudah menyeruak, entah celaka, binasa hartanya, atau dampak tak mengenakkan lainnya. Kecintaan terhadap harta dan jabatan juga bisa mendorong dengki diri seseorang. Ambisi meraih itu semua terkadang membutakan nurani. Bahkan, tak jarang pula menempuh berbagai cara agar orang lain sulit mencapai pangkat tersebut.
Teguran agar menjauhi pemicu dengki ini pernah disebutkan dalam surah an-Nisaa' ayat 54. “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”
Rasa dengki juga bisa datang akibat berebut popularitas. Dan, kesemua faktor tersebut bermuara pada satu pangkal sebab, yakni lemahnya spiritualitas. Frekuensi iri yang ada dalam diri seseorang terkadang melintas ruang dan waktu. Namun, kadarnya akan semakin akut bila jarak antarkedua belah tak jauh. Misal, sesama karyawan dalam satu perusahaan, antartetangga kompleks perumahan, atau teman bisnis.
Bila dengki ini dibiarkan, ungkap Syekh Musthafa, bisa berakibat fatal. Pendengki sejatinya telah menafikan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Setiap makhluk memiliki nasib dan rezeki yang berbeda-beda. Ketetapan tersebut, seperti penegasan hadis riwayat Muslim dari Amr bin al-Ash, telah ditentukan sebelum Allah SWT menciptakan langit dan bumi, sekitar 50 ribu tahun.
Kedengkian yang berlarut-larut pula, perlahan tanpa disadari, akan mengikis kebaikan pendengki itu sendiri. Dan, para pendengki itu kelak akan mempertanggungjawabkan kelakuannya tersebut di akhirat. Efek negatif dengki tak terhenti pada sanksi di akhirat, tetapi juga akan dirasakan dampaknya di kehidupan dunia.
Perasaan gundah gulana, khawatir, dan sakit hati akan selalu menghantui hari demi hari si pendengki. Dalam titik tertentu, terkadang ironsinya, ia malah mengharapkan petaka bagi dirinya sendiri. Dan, rasa dengki itu hanya akan menyebabkan yang bersangkutan terkucil dari lingkungannya. Karena itulah, rasa dengki dengan kriteria di atas sangat dikecam dalam agama. “Ini bukti keluhuran tuntunan Islam,” kata Syekh Musthafa.
Syekh Musthafa pun memaparkan beberapa solusi dan cara sederhana guna mengikis kedengkian dalam diri seseorang. Ingat, bertawakallah selalu. Karena, ungkap Ibnu al-Qayyim, hanya dengan bertawakallah seorang hamba dapat menampik tindakan lalim atau kebencian akan seseorang. Jika memosisikan Allah sebagai satu-satunya pelindung, sejauh itu pula penjagaan akan selalu ada. “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS at-Thalaq [65]: 3).
Sebagai langkah antisipasi, jangan sesekali menceritakan apalagi sengaja memanas-manasi 'si pendengki' dengan kisah-kisah tentang nikmat dan anugerah yang Anda peroleh.
Memang, ada anjuran untuk menceritakan nikmat, tetapi tak selamanya niat baik itu tepat sasaran. Inilah mengapa Nabi Ya'qub AS melarang putranya, Yusuf AS, mengisahkan mimpi yang dialami putra kesayangannya tersebut kepada segenap saudaranya. (QS Yusuf [12]: 5).
Larangan ini juga seperti ditegaskan dalam hadis Abu Qatadah riwayat Bukhari dan Muslim. Rasulullah SAW melarang menceritakan mimpi baik, kecuali kepada orang yang ia percayai.
Resep membendung rasa dengki selanjutnya, menukil dari pernyataan Ibn al-Qayyim, bersikap cuek dan berusaha membersihkan pikiran dari tingkah laku pendengki. Biarkan seperti angin lalu saja. Bahkan, akan sangat baik bila Anda membalas perlakuan buruk itu dengan tindakan baik. Memadamkan api kedengkian itu dengan balasan berupa perbuatan terpuji. “Tetapi, ini sangat sulit,” kata Ibn al-Qayyim.
Begitulah bahayanya hasad dan dengki. Oleh kerana itu Rasulullah S.A.W. bersabda yang artinya : “ Waspadalah engkau pada perbuatan dengki, kerana dengki itu memakan pada kebaikan seperti api memakan kayu bakar.”
Dan terakhir, selalu berlindunglah kepada Allah SWT hasutan orang-orang pendengki, entah mereka yang berada jauh dari Anda, ataupun yang dekat dengan Anda sekalipun. “Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (QS al-Falaq [113]: 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar